Desyana Tri Utami
28211140
4EB07
I. Etika dalam Auditing
Auditing
adalah suatu proses sistematis dan kritis yang dilakukan oleh pihak yang
independen untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai
asersi-asersi tentang berbagai dan kejadian ekonomi (informasi) dengan tujuan
untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi
(informasi) tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta menyampaikan
hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.
Menurut Arens, Elder, Beasley, dan
Jusuf (2010:4) audiing adalah sebagai berikut: “Auditing is the
accumulation and evaluation of evidence about information to determine
and report on the degree of correspondence between the information and
established criteria. Auditing should be done by a competent, independent
person”.
Artinya auditing adalah
pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang
ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepenringan kelompok social (profesi) itu sendiri.
Ponemon
dan Gabhart (1990) menemukan bahwa profesi kognitif etika auditor akan
mempengaruhi independensi auditor. Indenpendensi merupakan isu yang menarik
karena dalam menghadapi konflik independensi auditor perlu untuk
mempertimbangkan aturan eksplisit, standar audit dan kode etik professional.
Seorang
auditor harus taat pada aturan etika yang mengharuskannya bersikap independen,
maka ketika seorang auditor memiliki kecenderungan sifat machivellian tinggi
semakin mungkin untuk bertindak tidak independen. Salah satu penelitian yang
mendukung pernyataan tersebut dilakukan oleh Ponemon dan Gabhart (1990) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pertimbangan etis auditor dengan
penyelesaian konflik independensi.