Terjebak kemacetan pasti bikin kita
bete. Sepertinya, kemacetan adalah situasi sehari-hari yang sudah tidak asing lagi.
Tapi, ternyata dalam jangka panjang,
kemacetan berdampak buruk. Studi membuktikan, sering kena macet bisa
mendatangkan gangguan kejiwaan. Kemacetan pun ternyata berdampak pada memori
dan pembelajaran.
Hujan lebat di sore hari, buat orang
Jakarta adalah sebuah pertanda untuk bersiap menghadapi kemacetan yang amat
sangat parah. Sejatinya, tidak perlu hujan deras untuk bikin Jakarta macet.
Kemacetan tidak pernah absen di pagi dan sore hari.
“Ketersediaan jalan raya dan jumlah
kendaraan tidak seimbang. Kalau ini tidak diatasi, kemacetan akan terus ada di
Jakarta. Di Jakarta ada 747 titik kemacetan, sementara polisi lalu lintas
jumlahnya 400 orang. Satu polisi bisa mengatur beberapa titik kemacetan
sekaligus,” ungkap AKBP Arif Nurcahyo MPsi, Kepala Bagian Psikologi Polda Metro
Jaya, Selasa (16/4/2013).
Buat orang Jakarta, kemacetan adalah
santapan sehari-hari yang dihadapi dua kali sehari. Karena dihadapi setiap hari
dan sering dibikin jengkel, mungkin kemacetan kemudian dianggap peristiwa kecil
yang tak penting. Namun, ternyata kejengkelan menghadapi kemacetan bisa
menumpuk dan menyebabkan gangguan mental di kemudian hari.
Susan Charles, seorang profesor
psikologidan perilaku sosial dari University of California, Irivine, AS,
memimpin penelitian untuk mencari tahu apakah kejengkelan harian menciptakan
situasi yang bagaikan menumpuk jerami di punggung unta, atau justru akan
membuat kita jadi malah tambah kuat.
Charles menggunakan data dari dua
survei nasional. Data yang digunakan oleh penelitian itu berasal dari Midlife
Development in the United States project, dan National Study of Daily
Experiences. Mereka yang disurvei adalah pria dan wanita AS berusia 25 hingga
74 tahun.
Atur Emosi
Penelitian menemukan respons negatif
terhadap stres sehari-hari seperti bertengkar dengan pasangan, konflik di
kantor, dan terjebak kemacetan, menyebabkan kecemasan dan gangguan mental 10
tahun kemudian.
Ternyata, masalah kesehatan mental
tidak hanya dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa besar dalam hidup, tapi juga
pengalaman emosional kecil sehari-hari.
Bahaya stres sehari-hari karena
kemacetan, ternyata bukan hanya itu. Kemacetan juga bisa merusak memori kita.
Begitu kata penelitian yang dilakukan oleh Dr Tallie Baram dari University of
California, Irvine, AS.
Penelitian itu menemukan, stres akut
selama beberapa jam saja ternyata bisa menyebabkan kita kesulitan mengingat
peristiwa dan pembelajaran di masa mendatang.
Mereka mengatakan, kimiawi yang
dikeluarkan di otak merespons ketegangan merusak komunikasi antara sel-sel otak
yang terlibat dalam pembentukan dan pemerosesan memori.
“Cara kita mengatur emosi sehari-hari ternyata berdampak besar terhadap kesehatan mental kita secara keseluruhan,” kata Charles yang penelitiannya dimuat di jurnal Psychological Science.
“Cara kita mengatur emosi sehari-hari ternyata berdampak besar terhadap kesehatan mental kita secara keseluruhan,” kata Charles yang penelitiannya dimuat di jurnal Psychological Science.
Menurutnya, kita seringkali
memfokuskan diri pada tujuan jangka panjang, dan melupakan pentingnya mengatur
emosi sehari-hari.
“Mengubah cara kita merespons stres dan cara pandang kita terhadap situasi yang penuh tekanan, sama pentingnya dengan menjaga pola makan sehat dan olahraga teratur,” tuturnya.
“Mengubah cara kita merespons stres dan cara pandang kita terhadap situasi yang penuh tekanan, sama pentingnya dengan menjaga pola makan sehat dan olahraga teratur,” tuturnya.
Terjebak kemacetan pasti bikin kita
bete. Sepertinya, kemacetan adalah situasi sehari-hari yang tak penting.
Tapi, ternyata dalam jangka panjang,
kemacetan berdampak buruk. Studi membuktikan, sering kena macet bisa
mendatangkan gangguan kejiwaan. Kemacetan pun ternyata berdampak pada memori
dan pembelajaran.
Hujan lebat di sore hari, buat orang
Jakarta adalah sebuah pertanda untuk bersiap menghadapi kemacetan yang amat
sangat parah. Sejatinya, tidak perlu hujan deras untuk bikin Jakarta macet.
Kemacetan tidak pernah absen di pagi dan sore hari.
“Ketersediaan jalan raya dan jumlah
kendaraan tidak seimbang. Kalau ini tidak diatasi, kemacetan akan terus ada di
Jakarta. Di Jakarta ada 747 titik kemacetan, sementara polisi lalu lintas
jumlahnya 400 orang. Satu polisi bisa mengatur beberapa titik kemacetan
sekaligus,” ungkap AKBP Arif Nurcahyo MPsi, Kepala Bagian Psikologi Polda Metro
Jaya, Selasa (16/4/2013).
Buat orang Jakarta, kemacetan adalah
santapan sehari-hari yang dihadapi dua kali sehari. Karena dihadapi setiap hari
dan sering dibikin jengkel, mungkin kemacetan kemudian dianggap peristiwa kecil
yang tak penting. Namun, ternyata kejengkelan menghadapi kemacetan bisa
menumpuk dan menyebabkan gangguan mental di kemudian hari.
Susan Charles, seorang profesor
psikologidan perilaku sosial dari University of California, Irivine, AS,
memimpin penelitian untuk mencari tahu apakah kejengkelan harian menciptakan
situasi yang bagaikan menumpuk jerami di punggung unta, atau justru akan
membuat kita jadi malah tambah kuat.
Charles menggunakan data dari dua
survei nasional. Data yang digunakan oleh penelitian itu berasal dari Midlife
Development in the United States project, dan National Study of Daily
Experiences. Mereka yang disurvei adalah pria dan wanita AS berusia 25 hingga
74 tahun.
Atur Emosi
Penelitian menemukan respons negatif
terhadap stres sehari-hari seperti bertengkar dengan pasangan, konflik di
kantor, dan terjebak kemacetan, menyebabkan kecemasan dan gangguan mental 10
tahun kemudian.
Ternyata, masalah kesehatan mental
tidak hanya dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa besar dalam hidup, tapi juga
pengalaman emosional kecil sehari-hari.
Bahaya stres sehari-hari karena
kemacetan, ternyata bukan hanya itu. Kemacetan juga bisa merusak memori kita.
Begitu kata penelitian yang dilakukan oleh Dr Tallie Baram dari University of
California, Irvine, AS.
Penelitian itu menemukan, stres akut
selama beberapa jam saja ternyata bisa menyebabkan kita kesulitan mengingat
peristiwa dan pembelajaran di masa mendatang.
Mereka mengatakan, kimiawi yang
dikeluarkan di otak merespons ketegangan merusak komunikasi antara sel-sel otak
yang terlibat dalam pembentukan dan pemerosesan memori.
“Cara kita mengatur emosi sehari-hari ternyata berdampak besar terhadap kesehatan mental kita secara keseluruhan,” kata Charles yang penelitiannya dimuat di jurnal Psychological Science.
“Cara kita mengatur emosi sehari-hari ternyata berdampak besar terhadap kesehatan mental kita secara keseluruhan,” kata Charles yang penelitiannya dimuat di jurnal Psychological Science.
Menurutnya, kita seringkali
memfokuskan diri pada tujuan jangka panjang, dan melupakan pentingnya mengatur
emosi sehari-hari.
“Mengubah cara kita merespons stres dan cara pandang kita terhadap situasi yang penuh tekanan, sama pentingnya dengan menjaga pola makan sehat dan olahraga teratur,” tuturnya.
“Mengubah cara kita merespons stres dan cara pandang kita terhadap situasi yang penuh tekanan, sama pentingnya dengan menjaga pola makan sehat dan olahraga teratur,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar