Anda tentu masih begitu ingat dengan
kasus Bank Century yang mulai terkuak pada 2008. Bergulirnya kasus Bank Century
berawal dari berhembusnya kabar dana suntikan Negara yang mencapai jumlah fantastis,
yaitu 6,7 triliun rupiah. Kabar dana bail out Bank Century yang mencapai angka
triliunan itu tentu membuat kuping rakyat memanas.
Kasus Bank Century dimulai dengan
jatuhnya bank ini akibat penyalahgunaan dana nasabah yang digerakkan oleh
pemilik Bank Century beserta keluarganya. Mencuatnya kasus Bank Century menjadi
sangat menarik ketika mengetahui kelanjutan jatuhnya bank ini. Tidak salah
lagi, respon pemerintah begitu luar biasa hingga bersedia melakukan bail out
melalui pengucuran dana triliunan rupiah.
Menurut Sri Mulyani, Menteri Keuangan
kala itu, bail out dana Century dilakukan guna menghindari jatuhnya dunia
perbankan di Indonesia akibat hilangnya kepercayaan nasabah serta investor
kepada beberapa Bank di Indonesia. Yang membuat upaya bail out tersebut
bermasalah tiada lain status Bank Century kala itu tidak memiliki likuiditas
memadai.
Seperti halnya kasus-kasus lain,
penegak hukum Indonesia memang identik dengan langkah penyelesaian yang lamban.
Tidak terkecuali, penangan kasus Bank Century. Bahkan hingga awal tahun 2012,
kasus Bank Century belum mampu diselesaikan. Hal itulah yang membuat kasus Bank
Century selalu menjadi pembicaraan hangat dibeberapa media masa, media
elektronik maupun media cetak.
Bagaimanapun kasus Bank Century
lagi-lagi telah berhasil menjatuhkan citra beberapa lembaga hukum di Indonesia.
Sebut saja, KPK, POLRI, Serta DPR.
Kasus Bank Century menjadi gempar
bersamaan dengan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang
dilakukan pertama kali, tahun 2008. Hingga di penghujung tahun 2011, kasus ini
terus menjadi isu panas dalam penegakan hukum yang dilakukan.
Lembaga hukum adhoc, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) para pimpinannya sudah berganti. Pimpinan yang baru
dibawah komando Abraham Samad, DPR menaruh harapan besar agar kasus ini tuntas,
memproses hukum mereka yang dinyatakan bersalah dalam skandal menghebohkan
selama pemerintahan SBY-Boediono mulai berdiri.
Dalam laporan BPK ketika itu menunjukkan beberapa pelanggaran
yang dilakukan Bank Century sebelum diambil alih. BPK mengungkap sembilan
temuan pelanggaran yang terjadi. Bank Indonesia (BI) saat itu dipimpin oleh
Boediono–sekarang wapres–dianggap tidak tegas pada pelanggaran Bank Century
yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2008.
BI, diduga mengubah persyaratan CAR. Dengan maksud, Bank
Century bisa mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Kemudian,
soal keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK)–saat itu diketuai
Menkeu Sri Mulyani–dalam menangani Bank Century, tidak didasari data yang
lengkap. Pada saat penyerahan Bank Century, 21 November 2008, belum dibentuk
berdasar UU.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga diduga melakukan
rekayasa peraturan agar Bank Century mendapat tambahan dana. Beberapa hal
kemudian terungkap pula, saat Bank Century dalam pengawasan khusus, ada
penarikan dana sebesar Rp 938 miliar yang tentu saja, menurut BPK, melanggar
peraturan BI. Pendek kata, terungkap beberapa praktik perbankan yang tidak
sehat.
Atas dasar laporan investigasi awal BPK inilah tak lama
begitu DPR periode yang baru terbentuk periode 2009-2014, bergulir Hak Angket
Skandal Bailout Bank Century Rp 6,7 triliun. Hiruk-pikuk kemudian terjadi. Saat
itu, seluruh fraksi, termasuk fraksi Demokrat mendukung penuh Hak Angket
Century. Pansus Angket Century itu sendiri, terbentuk setelah disetujui
Paripurna DPR, pada 4 September 2009.
Satu persatu mereka yang dianggap relevan, baik keterangan
para ahli, sampai mereka yang dituding terlibat dalam skandal bailout ini,
dipanggil DPR. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di depan Pansus Angket
Century, kemudian secara tegas mengatakan, bahwa pemberian suntikan dana ke
Bank Century, adalah sebuah perampokan. Jusuf Kalla tegas mengatakan, Bank
Century tidak berdampak sistemik terhadap bank-bank lain, jika ditutup.
Setahun kemudian, pada 3 Maret 2010, 6 fraksi (Golkar, PDI-P,
Gerindra, Hanura, PKS, dan PPP) mendukung Opsi C yang setuju adanya pelanggaran
peraturan perundang-undangan dalam mem-bailout Bank Century. Terjadi
penyalahgunaan wewenang baik tindak pidana perbankan, tindak pidana umum,
pencucian uang, sampai tindak pidana korupsi.
Jelang penghujung tahun, KPK sudah memeriksa sekitar 70 an
saksi terkait kasus Bank Century ini. Mantan Menkeu Sri Mulyani, sampai Wakil
Presiden Boediono, juga sudah diperiksa oleh KPK. Alhasil, Tim pengawas Kasus
Century DPR yang terbentuk pasca keputusan kemenangan Opsi C, kecewa.
BPK, kemudian diminta untuk melalukan audit forensik untuk
mendalami atas hasil audit investigasi yang dilakukan sebelumnya. Hasilnya,
sudah diserahkan secara resmi oleh BPK kepada pimpinan DPR, pada 23 Desember
lalu.
Fraksi-fraksi pendukung Opsi C tetap kecewa berat. Bahkan,
memunculkan usulan agar audit forensik dilakukan oleh auditor independen.
Muncul juga gagasan lain yang membuat kubu pemerintah sedikit was-was. Kasus
Bank Century ini, lebih tepat diselesaikan secara politik melalui Hak Menyatakan
Pendapat (HMP) oleh DPR.
Jelang pergantian tahun, kasus ini masih terus ‘panas’
menjadi pergunjingan para politisi di DPR mengiringi penantian aksi para
pimpinan KPK yang baru, menuntaskan kasus skandal ini.
Fraksi-fraksi yang mendukung opsi C, samar-samar menyatakan
dukungan bila HMP dilakukan. Kubu menolak opsi C, tentu bersikap sebaliknya.
“Tahun berganti, kasus hukum ini akan tetap menjadi ‘bola
liar’, dan diyakini akan tetap heboh sampai kasus ini benar-benar tuntas.
Tuntas diselesaikan secara hukum, mereka yang terlibat,” kata politisi Partai
Golkar, Bambang Soesatyo, anggota timwas Century yang juga penggagas hak angket
skandal perbankan ini.
Sumber : http://www.anneahira.com/kasus-bank-century.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar